Jakarta, Updatesecaracepat – Platform konsultasi pendidikan dan karier Intelligent baru-baru ini mengungkapkan laporan mengejutkan yang menunjukkan bahwa banyak perusahaan yang memecat karyawan Gen Z mereka. Menurut laporan tersebut, sekitar enam dari 10 perusahaan yang disurvei mengaku telah memecat lulusan universitas yang baru mereka rekrut tahun ini.
Beberapa alasan di balik keputusan ini mencakup kurangnya motivasi, kurangnya profesionalisme, dan keterampilan komunikasi yang buruk dari karyawan muda ini.
Tantangan Gen Z dalam Dunia Kerja
Menurut Huy Nguyen, Kepala Penasihat Pendidikan dan Pengembangan Karier di Intelligent, banyak fresh graduate yang kesulitan memasuki dunia kerja. Ia menjelaskan bahwa pengalaman mereka selama kuliah seringkali sangat berbeda dengan tuntutan di tempat kerja. “Banyak dari mereka tidak siap menghadapi lingkungan yang kurang terstruktur, dinamika budaya tempat kerja, dan ekspektasi pekerjaan yang memerlukan kemandirian,” kata Huy, yang dilansir dari Euronews.
Ketergantungan pada Orang Tua
Laporan terpisah yang dirilis pada bulan April juga menunjukkan bahwa banyak pekerja Gen Z yang terlalu bergantung pada orang tua mereka selama proses pencarian kerja. Sebuah survei oleh ResumeTemplates menemukan bahwa 70 persen Gen Z mengaku meminta bantuan orang tua mereka dalam pencarian kerja. Bahkan, 25 persen dari mereka membawa orang tua mereka ke wawancara kerja, sementara banyak yang lainnya meminta orang tua mereka untuk mengirimkan lamaran kerja atau menulis resume atas nama mereka.
Alasan Perusahaan Memecat Karyawan Gen Z
Berikut adalah alasan yang sering disebutkan perusahaan dalam memecat karyawan Gen Z, berdasarkan laporan yang dirilis:
-
Kurangnya motivasi atau inisiatif – 50%
-
Kurangnya profesionalisme – 46%
-
Keterampilan berorganisasi yang buruk – 42%
-
Keterampilan komunikasi yang buruk – 39%
-
Kesulitan menerima feedback – 38%
-
Kurangnya pengalaman kerja yang relevan – 38%
-
Keterampilan pemecahan masalah yang buruk – 34%
-
Keterampilan teknis yang tidak memadai – 31%
-
Ketidakcocokan budaya – 31%
-
Kesulitan bekerja dalam tim – 30%
Pengalaman Gebsy, Salah Satu Gen Z yang Dipecat
Gebsy (bukan nama sebenarnya), seorang Gen Z berusia 25 tahun yang tinggal di Jakarta, adalah salah satu karyawan yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Ia mengaku dipecat karena dianggap tidak cocok dengan kebutuhan perusahaan, meskipun ia merasa sudah melakukan yang terbaik dalam pekerjaannya.
Selama tiga bulan bekerja di sebuah perusahaan teknologi, Gebsy merasa kerap diremehkan oleh atasannya yang merupakan generasi Baby Boomers dan Milenial. “Mereka tuh kolot. Selalu meremehkan, seleranya dalam desain terlalu kuno, enggak menghargai dan membebaskan kreativitas saya sebagai Gen Z,” ungkap Gebsy. Ia juga merasa bahwa perusahaan tidak memberikan keseimbangan kerja dan kehidupan yang baik, atau work-life balance.
Selain merasa diremehkan, Gebsy mengungkapkan bahwa salah satu alasan dia kehilangan motivasi adalah terkait gaji. Ia mengaku pernah dicibir oleh atasannya karena meminta kenaikan gaji dari kesepakatan awal kontrak kerja. “Gaji yang ditawarkan perusahaan jauh dari Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta, yang sekitar Rp3,7 juta. Itu sangat tidak layak bagi profesi desainer grafis. Selain itu, saya juga sering diberi pekerjaan di luar tugas pokok dan dihubungi saat akhir pekan,” jelasnya.