MALANG – Konflik dan kekerasan di Papua masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan. Untuk mencari solusi atas masalah ini, Centra Initiative bersama Universitas Brawijaya, Sasakawa Peace Foundation, PBHI, ELSAM, dan Imparsial menggelar simposium internasional bertajuk “Global Human Security and Conflict Resolution in Southeast Asia: Reflection and Strategy Development for Papuan Conflict.”
1. Penyelesaian Konflik Papua
Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf, mengusulkan pendekatan human security (keamanan manusia) sebagai solusi baru. Menurutnya, pendekatan keamanan negara (state security) yang selama ini diterapkan pemerintah telah gagal menyelesaikan akar masalah konflik Papua.
“Bagian dari kritik ini muncul karena kita peduli dengan Papua. Kita harus menghentikan kekerasan di Papua dan mengubah pendekatan keamanan yang selama ini digunakan,” ujarnya.
Sejak integrasi Papua ke dalam NKRI melalui PEPERA (Penentuan Pendapat Rakyat) 1969, berbagai pendekatan telah dicoba, termasuk militer, politik, dan ekonomi. Namun, kekerasan dan pelanggaran HAM masih terjadi. Pendekatan militer yang terlalu dominan dinilai hanya menambah ketegangan.
2. Konflik dan Kekerasan di Papua
Sejarah menunjukkan bahwa sejak bergabung dengan Indonesia, Papua selalu mengalami konflik dan kekerasan. Meskipun fluktuatif, situasi ini tetap menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Papua.
Al Araf mengkritisi kebijakan pemerintah yang lebih mengedepankan keamanan negara daripada keamanan manusia. “Pemerintah telah menerapkan berbagai pendekatan, tetapi mengapa konflik masih berlanjut?” tanyanya.
Beberapa indikator pendekatan state security yang masih diterapkan antara lain:
- Operasi militer yang terus berlangsung tanpa keputusan politik sesuai UU TNI No. 34/2004.
- Penambahan struktur komando teritorial dengan pembangunan pos-pos TNI.
- Pembatasan kebebasan berekspresi, termasuk penghalangan aksi demonstrasi di Papua.
3. Masalah Kepercayaan dan Stigmatisasi
Konflik Papua diperburuk oleh masalah trust (kepercayaan) dan stigmatisasi terhadap masyarakat Papua. Al Araf menilai bahwa pemerintah sering kali tidak konsisten dalam kebijakannya.
“Di satu sisi pemerintah berbicara tentang perdamaian, tetapi di sisi lain operasi militer tetap berlangsung. Hal ini menimbulkan ketidakpercayaan di masyarakat Papua,” ujarnya.
Selain itu, pelabelan terhadap orang Papua sebagai separatis atau bahkan teroris hanya memperburuk keadaan. “Labeling terorisme tidak menyelesaikan masalah, justru menambah luka baru,” tegasnya.
4. Evolusi Konsep Keamanan Global
Pendekatan militer dan kriminalisasi tidak lagi relevan dalam menyelesaikan konflik Papua. Al Araf menegaskan bahwa konsep keamanan global telah berevolusi dari hanya melindungi negara menjadi melindungi individu dan masyarakat.
Pada era Perang Dunia I dan II, keamanan lebih berfokus pada kedaulatan negara. Pada masa Perang Dingin, keamanan digunakan untuk melanggengkan kekuasaan rezim. Namun, di era modern ini, ancaman terhadap keamanan negara tidak hanya berasal dari perang, tetapi juga dari bencana, pandemi, dan ketidakstabilan sosial.
“Keamanan manusia berarti memastikan anak-anak tidak kelaparan, penyakit tidak menyebar, pekerjaan tersedia, tidak ada kekerasan berbasis etnis, dan lingkungan hidup terjaga,” ujarnya, mengutip konsep human security dari UNDP.
Pendekatan human security lebih relevan untuk Papua karena menempatkan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama, bukan sekadar menjaga stabilitas negara.
5. Harapan untuk Perdamaian Papua
Di akhir pemaparannya, Al Araf mengutip Mohammad Hatta, yang menyebut persoalan Papua sebagai masalah moral dan kemanusiaan.
“Kita harus melihat kembali bagaimana para pendiri bangsa memahami Papua. Bung Hatta pernah berkata bahwa kita dan Papua senasib sepenanggungan. Persoalan Papua adalah persoalan moral dan kemanusiaan,” ungkapnya.
Sebagai penerima Anugerah Pejuang HAM dan Kemanusiaan dari Universitas Brawijaya dan IKA UB 2022, Al Araf berharap seluruh pihak bisa bersatu mendorong perdamaian di Papua.
“Semoga kita memiliki nurani dan moral untuk terus berbicara tentang Papua. Agar masyarakat Papua bisa hidup damai dan hak asasi manusia mereka dihormati,” tutupnya.
Simposium ini menjadi momentum penting dalam merumuskan strategi baru untuk menyelesaikan konflik Papua. Pendekatan human security diharapkan dapat mengakhiri kekerasan dan menciptakan perdamaian yang sudah lama dirindukan di bumi Cendrawasih.