Jakarta, Updatesecaracepat – Harga minyak mengalami penurunan pada perdagangan Senin (31/3/2025), meskipun Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengancam akan memberlakukan tarif sekunder bagi negara-negara yang masih membeli minyak dari Rusia. Ketidakpastian pasar terus dominan, dipengaruhi oleh kebijakan AS yang belum jelas serta rencana OPEC+ untuk meningkatkan produksi minyak mulai bulan April.
Pada penutupan perdagangan Senin (31/3), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) tercatat turun menjadi US$73,49 per barel, setelah sebelumnya sempat menyentuh level tertinggi harian di US$73,84 per barel. Di sisi lain, harga minyak Brent kontrak berjangka bulan Juni juga melemah 0,2% menjadi US$72,59 per barel, sementara kontrak Brent untuk bulan Mei sedikit menguat 0,1% menjadi US$73,71 per barel menjelang kadaluwarsa.
Trump mengungkapkan kekecewaannya terhadap Presiden Rusia, Vladimir Putin, dengan mengancam untuk mengenakan tarif sekunder sebesar 25% hingga 50% bagi negara-negara yang masih membeli minyak dari Rusia. Kebijakan ini diyakini sebagai upaya untuk menekan Moskow agar menghentikan invasi di Ukraina. Namun, sebagian besar pelaku pasar masih meragukan efektivitas kebijakan tersebut dalam waktu dekat.
“Komentar Trump seharusnya bisa mendukung harga minyak, tetapi keraguan mengenai kelayakan kebijakan ini serta rencana peningkatan produksi OPEC+ pada bulan April membuat investor tetap hati-hati,” kata Yuki Takashima, seorang ekonom dari Nomura Securities, kepada Reuters.
OPEC+, yang dipimpin oleh Arab Saudi dan Rusia, berencana untuk meningkatkan produksi minyak secara bertahap mulai bulan depan. Kebijakan ini dikhawatirkan akan membebani harga minyak dalam beberapa bulan ke depan. Selain itu, para trader memperkirakan Arab Saudi akan menurunkan harga jual minyak ke Asia pada bulan Mei, seiring dengan penurunan harga acuan global sepanjang Maret.
Di sisi lain, negosiasi antara Irak dan Turki terkait ekspor minyak dari Kurdistan masih menemui hambatan. Permasalahan terkait pembayaran dan kontrak menjadi kendala utama yang menghambat aliran minyak dari wilayah Kurdistan ke pelabuhan Ceyhan di Mediterania.
Dengan berbagai faktor yang mempengaruhi pasar, analis memperkirakan harga WTI akan tetap bergerak dalam kisaran US$65 hingga US$75 per barel dalam waktu dekat. Investor diperkirakan akan terus memantau dampak kebijakan Trump, perkembangan geopolitik, serta reaksi pasar terhadap keputusan OPEC+ untuk meningkatkan produksi.
Selain itu, ancaman Trump terhadap Iran terkait program nuklirnya juga diperkirakan dapat menambah volatilitas pasar energi dalam beberapa pekan mendatang.