Jakarta, Updatesecaracepat – Lo Kheng Hong, seorang investor terkenal yang sering dijuluki “Warren Buffett Indonesia“, ternyata pernah mengalami kerugian besar yang hampir membuatnya bangkrut. Saat krisis ekonomi melanda Indonesia pada 1998, Lo Kheng Hong nyaris kehilangan seluruh hartanya.
Dalam acara SPOD yang diselenggarakan oleh PT Syailendra Capital, Lo Kheng Hong menceritakan pengalamannya yang penuh lika-liku. Di tengah krisis 1998, ia hanya memiliki 15% dari seluruh kekayaannya yang tersisa.
“Uang saya berkurang 85%, sisa 15%. Waktu itu saya sudah menjadi full-time investor, istri saya ibu rumah tangga, dan saya sudah tidak bekerja lagi. Saya hanya memiliki 15% uang saya,” kenangnya, seperti dikutip pada Minggu (23/3/2025).
Menggantungkan Harapan pada United Tractor
Sadar akan ancaman kebangkrutan, Lo Kheng Hong memutuskan untuk menaruh seluruh sisa harta yang dimilikinya pada saham PT United Tractor Tbk (UNTR). Saat itu, harga saham UNTR hanya Rp 250 per lembar.
Keputusan tersebut bukan tanpa alasan. Lo Kheng Hong melihat prospek cerah pada perusahaan tersebut dan menilai valuasinya sangat menarik. “Masa harga sahamnya hanya Rp 250, laba per saham Rp 7.800, dan laba usahanya mencapai Rp 1,1 triliun. Saya merasa ini kesempatan besar, jadi saya put everything di United Tractor,” ungkapnya.
Meskipun kinerja saham UNTR saat itu tidak begitu menggembirakan, Lo Kheng Hong tetap teguh dengan pilihannya dan berinvestasi hanya pada satu perusahaan tersebut.
Bangkit Setelah 6 Tahun
Setelah enam tahun memegang saham UNTR, pada 2004 Lo Kheng Hong memutuskan untuk menjual seluruh investasinya. Ketika itu, harga saham UNTR sudah mencapai Rp 15.000 per lembar.
“Saya gemetar, duit saya kecil, tiba-tiba jadi banyak. Saya takut kalau harga saham turun lagi, uang saya akan hilang. Akhirnya saya jual di harga sekitar Rp 15.000 per saham,” ujarnya. Ironisnya, setelah itu harga saham UNTR terus meroket hingga mencapai Rp 600.000 per saham.
Pengalaman Lain: ‘Nyangkut’ di Bumi Resources
Namun, perjalanan Lo Kheng Hong tidak selalu mulus. Ia pernah mengalami kerugian besar saat berinvestasi di saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI). Pada 2016, Lo Kheng Hong mengungkapkan bahwa ia membeli saham BUMI dalam jumlah besar, namun harga sahamnya jatuh hingga hanya Rp 50 per lembar, atau sering disebut sebagai harga “gocap”.
“Saya membeli 1 miliar saham BUMI, sekitar 2,7% sahamnya, dan harganya turun ke Rp 50. Itu posisi terburuk saya,” kenangnya dalam sebuah video yang diunggah pada akun Instagram @lukas_setiaatmaja.
Meskipun banyak yang mengira Lo Kheng Hong telah bangkrut, ia tetap bertahan dan bahkan membeli lebih banyak saham. Ia tidak terpengaruh oleh tekanan pasar dan tetap fokus pada aset-aset yang dimilikinya, seperti saham PT Petrosea Tbk (PTRO).
“Ketika berada di titik terendah, saya mendapatkan ilmu yang sangat berharga. Saya belajar membeli saham dengan lebih hati-hati dan berpikir lebih lama,” ungkapnya.
Pelajaran Berharga untuk Investor
Setelah satu setengah tahun, Lo Kheng Hong akhirnya bisa menjual saham BUMI tersebut di harga Rp 500 per lembar pada 2017, meskipun harga saham sempat merosot tajam.
Kisah perjalanan Lo Kheng Hong memberikan banyak pelajaran berharga, terutama bagi para investor yang masih ragu atau galau dalam menghadapi kondisi pasar saham yang fluktuatif. Seringkali, keteguhan dan kesabaran adalah kunci untuk bertahan dan meraih sukses dalam dunia investasi.