Jakarta, Updatesecaracepat — Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mengungkapkan bahwa mereka telah melakukan uji petik terhadap ukuran volume Minyakita di enam provinsi. Hal ini dilakukan setelah temuan marak mengenai minyak goreng kemasan sederhana merek pemerintah tersebut yang volume isinya dikurangi dan tidak sesuai ketentuan yang berlaku.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menjelaskan bahwa uji petik dilakukan pada 16-18 Maret 2024 di Jakarta, Bengkulu, Sumatera Barat, Gorontalo, Kalimantan Selatan, dan Banten. Tujuan utama dari uji petik ini adalah untuk menilai tiga aspek penting: kesesuaian volume, harga, dan pelabelan produk.
Hasil Uji Petik: Banyak Minyakita yang Volumenya Kurang
Dari 63 sampel yang diuji, sebanyak 24 sampel terbukti memiliki volume kurang dari standar yang ditetapkan. Bahkan, ada lima pelaku usaha yang mengurangi volume minyak hingga mencapai 30 milliliter (ml) sampai 270 ml per kemasan. Yeka mengungkapkan hal ini dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta, Jumat (21/3/2025).
“Nama-nama pelaku usaha yang melanggar ini sudah kami serahkan kepada Kementerian Perdagangan untuk ditindaklanjuti,” tegas Yeka. Ia menambahkan bahwa Kementerian Perdagangan akan mengambil langkah hukum atau sanksi lainnya sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Mendag Budi Santoso Merespons Temuan Ombudsman
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyambut baik laporan Ombudsman tersebut. Ia mengakui bahwa temuan Ombudsman sesuai dengan hasil pengawasan timnya di lapangan.
“Laporan ini memperkuat temuan-temuan kami terkait distribusi Minyakita. Temuan tersebut akan kami jadikan bahan evaluasi untuk menyusun kebijakan distribusi yang lebih baik ke depan,” ujar Budi.
Selain masalah volume, Ombudsman juga menemukan bahwa harga Minyakita di lapangan melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang seharusnya Rp15.700 per liter. Beberapa sampel menunjukkan harga yang lebih tinggi, bahkan mencapai Rp19.000 per liter di beberapa daerah.
Masalah Harga dan Distribusi
Yeka menjelaskan bahwa kenaikan harga ini disebabkan oleh panjangnya rantai distribusi yang tidak efisien, bahkan diduga ada distribusi ilegal yang memperburuk situasi.
“Kami menduga ada rantai distribusi ilegal yang menyebabkan harga minyak naik. Seharusnya distribusi mengikuti jalur yang sudah ditetapkan, tapi kenyataannya ada tambahan pihak yang tidak terdaftar,” ungkapnya.
Untuk itu, Ombudsman menyarankan agar Kemendag melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem distribusi Minyakita. Mereka juga mengusulkan agar pembagian margin distribusi ditinjau kembali, karena margin yang kecil—hanya sekitar Rp500 per liter—mungkin mendorong distributor mencari keuntungan dengan cara yang tidak sah.
Perlunya Evaluasi Sistem SIMIRAH
Selain itu, Ombudsman mengusulkan agar sistem pengawasan distribusi berbasis teknologi, seperti SIMIRAH (Sistem Informasi Minyak Goreng Curah), dievaluasi agar lebih transparan. Dengan demikian, akses distribusi bisa lebih adil, dan harga produk dapat tetap terjaga.
Yeka menambahkan, “Minyakita adalah produk yang sangat laris di pasaran. Dengan adanya transparansi melalui SIMIRAH, seluruh pelaku usaha dapat memiliki akses yang lebih adil.”
Fungsi Koordinasi Ombudsman
Ketua Ombudsman, Mokhammad Najih, menegaskan bahwa pertemuan ini merupakan bagian dari fungsi koordinasi dan sinkronisasi Ombudsman dengan instansi pemerintah terkait.
“Ini adalah bagian dari tugas kami untuk mengkoordinasikan dan menyelaraskan informasi terkait pelayanan publik, khususnya di bidang perdagangan,” pungkas Najih.